Kepemimpinan Fir'aunisme

Benarkah sistem kepemimpinan yang paling rapuh di Indonesia adalah sistem kepemimpinan Umat Islam? Pemimpinnya, belum mampu membedakan hal yang prinsip, strategik, taktik, dan teknik. Jeleknya lagi, yang satu tak mau kalah dengan yang lain. Saling adu gengsi, bergumul dan baku hantam. Masing-masing pihak minta dinobatkan jadi pemimpin umat yang sukses dan kharismatik.

Walaupun sejarah membuktikan, Umat Islam mempunyai andil besar dalam hal membuat mata rantai sejarah yang menentukan, tetapi begitu kondisi stabil, kendali kepemimpinan diserahkan ke orang lain. Umat Islam diperlukan hanya untuk meratakan jalan bagi sebuah tank rampasan perang dari musuh, selanjutnya kendali kepemimpinan dipegang orang lain. Tragisnya ‘orang lain’ itu kemudian mengarahkan moncong meriam tang tersebut ke rumah-rumah Umat Islam.

Pada era reformasi ini, kepemimpinan umat islam bagai rebutan periuk nasi. Pemimpinnya tidak berdaya dan tidak mempunyai wawasan masa depan. Lemah mengatur strategi dalam memanfaatkan potensi umat islam, dengan segala posisi yang sangat menentukan langkah sejarah. Sudah begitu, ingin tetap eksis dan tak mau diganti.

Apakah kelemahan ini terletak pada manusia atau pemimpinnya sebagai figur? Ataukah konsep kepemimpinan yang di terapkan tidak sesuai dengan Syari’at islam dan tidak selaras dengan realitas social cultural masyarakat muslim yang hampir 70% bermukim di pedesaan yang dengan standar hidup dibawah garis sejahtera?

Faktanya, banyak aktifis muslim masih berkutat pada perdebatan, apakah suksesi kepemimpinan islam bersifat periodik atau seumur hidup. Selama tidak melanggar syari’ah, kepemimpinan islam sampai mati atau sampai yang bersangkutan tidak mampu lagi? Apakah kepemimpinan islam bersifat kolektif atau sentralisasi kekuasaan pada satu orang yang disebut amir atau imam?

Klaim kepemimpinan sebagai bagian dari aqidah, adalah keyakinan golongan syi’ah. Mereka berkeyakinan, pemimpin atau imam mereka maksum dan mendapat wahyu, sehingga masa kepemimpinannya tidak dibatasi, tidak memerlukan periodisasi. Dikalangan kaum muslimin, tuntutan adanya kepemimpinan adalah urusan muamalah, termasuk urusan duniawi sebagaimana dijelaskan Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimah.
Indikasi kepemimpinan islam termasuk urusan duniawi (muamalah), jabatan kepemimpinan kaum muslimin bisa disebut khalifah, Amirul Mu’minin atau Imamul Akbar (Imamul ‘Udhama). Semua itu dibenarkan, karena tidak terdapat ayat AlQuran dan Hadist yang menyebutkan nama tertentu.

Adapun kepemimpin seumur hidup, bukanlah aksioma kepemimpinan islam. Karena jauh sebelum islam datang, gaya kepemimpinan demikian sudah ada. Sejak zaman Namrud, Fir’aun, Lenin, Stalin, Bros Tito, Fidel Castro, raja-raja Inggris dan Belanda. Juga, Syah Iran Reza Pahlapi, Soeharto dari Indonesia, di angkat sebagai presiden seumur hidup, sekalipun keduanya terjungkal dari kekuasaannya sebelum dia mati.

Dalam kaitan ini, kepemimpinan seumur hidup adalah tradisi orang kafir. Islam tidak mengatur berapa tahun seorang amir atau presiden bertengger di kursi kekuasaan, melainkan menurut keperluan dan sejauh dikehendaki oleh rakyat yang dipimpinnya. Jika kepemimpinan seumur hidup dijadikan doktrin atas nama islam, justru tasyabbuh kepada orang-orang kafir.
Al-Qur’an dan Hadist tidak mengatur secara detinitif masa kepemimpinan seseorang, karena hal itu termasuk urusan duniawi. Kalau ada yang beralasan memakai preseden sejarah khulafaurrasyidin menjadi khalifah sampai mati, dan memang benar mereka masing-masing menjabat khalifah sampai mati.

Jika Khalifah Abu Bakar Shiddiq Ra meninggal secara wajar, berbeda dengan Umar bin Khathab, Utsman bin ‘Affan, dan Ali bi n Abi Thalib. Ketiganya mati syahid, dibunuh para pendurhaka. Apakah peristiwa demikian menjadi hujjah sistem suksesi kepemimpinan dalam Islam?
Logika demikian, tidak punya pembenaran dalam islam dan sangat berbahaya. Islam tidak membenarkan adanya pembunuhan terhadap pemimpin, apabila kepemimpinannya dipandang tidak efektif dan tidak disukai rakyatnya. Suksesi kepemimpinan ansich, melalui pemberontakan atau pembunuhan , sama sekali bukan ajaran islam.

Sebaliknya, demi mempertahankan kepemimpinan yang sudah tidak disukai rakyat, maka sang pemimpin memerangi rakyatnya sendiri dengan tuduhan bughat, jelas bertentangan dengan syari’at islam. Sesungguhnya, pemimpin yang baik adalah yang mengajak ke jalan Allah, menegakan keadilan, dicintai rakyat dan dia mencintai rakyatnya. [Risalah Mujahidin, edisi Agustus 2007]




Related Posts :

0 Response to "Kepemimpinan Fir'aunisme"

Posting Komentar